Sukses

Polisi Pastikan Tidak Ada Acara Pertemuan LGBT se-ASEAN di Jakarta

Polisi juga memastikan, saat isu acara perkumpulan komunitas LGBT di Jakarta beredar, pihaknya telah mengecek seluruh tempat di Jakarta dan memastikan tidak ada lokasi tempat acara yang dimaksud.

Liputan6.com, Jakarta Pertemuan sejumlah komunitas pendukung gerakan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) se-ASEAN dipastikan batal digelar di Jakarta. Pembatalan itu disinyalir karena banyaknya  penolakan dari berbagai pihak terhadap acara bertajuk ASEAN Queer Advocacy Week.

Menanggapi kegaduhan itu, Direktur Intelijen dan Keamanan (Dirintelkam) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hirbak Wahyu Setiawan menilai kalau informasi itu disebarkan lewat akun yang saat ini telah ditutup.

"Kan yang membuat undangan itu dari akun itu. Sedangkan sekarang akun itu ditutup enggak bisa masuk, ditutup gara-gara gaduh," kata Hirbak saat dihubungi, Rabu (12/7/2023). 

Selain itu, lanjut Hirbak, pihaknya juga telah memastikan kegiatan tersebut tidak digelar di Jakarta. Terlebih, telah diklaim bahwa acara tersebut batal terselenggara.

"Enggak ada, pada waktu informasi itu muncul kita cek enggak ada. Yang bikin event itu belum ada, yang mengajukan perizinan ataupun pemberitahuan juga enggak ada," ucapnya.

Hirbak juga memastikan, saat isu itu beredar, pihaknya telah mengecek seluruh tempat di Jakarta apakah ada lokasi yang menjadi bakal acara perkumpulan komunitas pendukung LGBT itu. 

"Yang jelas pada saat isu ada kita sudah ada mas seluruh hotel, tempat-tempat itu enggak ada," tambah dia.

Sebelumnya, Panitia pertemuan LGBT se-ASEAN memutuskan untuk merelokasi acara tersebut setelah menerima beberapa ancaman keamanan dari berbagai pihak.  Pertemuan bertajuk ASEAN Queer Advocacy Week ini akan digelar di luar Indonesia.

"Penyelenggara telah memonitor situasi dengan sangat teliti termasuk gelombang anti LGBT di media sosial. Keputusan yang dibuat memastikan keselamatan dan keamanan dari partisipan dan panitia," kata panitia dalam rilis resmi, Rabu (12/7).

Mereka juga menegaskan bahwa kegiatan tersebut merupakan kegiatan dialog dengan kelompok-kelompok yang terpinggirkan, termasuk kalangan yang didiskriminasi berdasarkan orientasi seksual, identitas gender, ekspresi gender, dan berbagai karakteristik seks. 

"Visi bersama kami tentang kawasan ASEAN yang inklusif didasarkan pada keberadaan ruang aman bagi masyarakat sipil dan pemegang hak untuk belajar tentang lembaga tersebut. Untuk membahas masalah yang penting bagi mereka," tambahnya.

Selain itu, acara ini direncanakan membahas sejumlah isu tentang ancaman terhadap eksistensi kehidupan dan martabat yang dihadapi oleh kelompok LGBTQIA+. 

“Kebencian di dunia maya, serangan langsung terhadap para pembela hak asasi manusia, serta pembalasan terhadap pelaksanaan hak-hak sipil dan politik, merupakan masalah yang kami hadapi dan harus ditangani oleh pemerintah,” rincinya.

 

2 dari 2 halaman

Penolakan MUI

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta agar pemerintah tidak memberikan izin terhadap agenda pertemuan para aktivis LGBT tersebut.

"MUI mengingatkan dan mengimbau pihak pemerintah agar jangan memperkenankan dan memberi izin terhadap diselenggarakannya acara tersebut," kata Anwar dalam keterangannya, Selasa (11/7/2023).

Meski belum jelas kapan pertemuannya, Anwar mengingatkan agar pemerintah jangan sampai memperbolehkan acara tersebut. Sebab hal itu sama saja telah melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh konstitusi.

Sebagaimana, pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka LGBT diklaimnya bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama, terutama enam agama yang diakui di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.

"Tidak ada satupun dari agama-agama tersebut yang mentolerir praktik LGBT," tegas Anwar Abbas.

Secara terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Cholil Nafis menyatakan akan menolak secara tegas acara tersebut bila acara tersebut berani digelar di Indonesia. 

"Jangan sampai dianggap normal apalagi dilegalkan. Ini bertentangan dengan norma agama, Pancasila dan kenormalan manusia. Tolak!" kata Cholil.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka.com